Kamis, 07 Juli 2016

Ramadhan di Perantauan: Pencerah Nusantara menjadi Sahabat Pantura, Tak Mudik dan Ikut Pantau Pemudik!



Losari, 6 Juli 2016. Ramadhan tahun ini sudah pasti berbeda dari tahun sebelumnya bagi tiap anggota Tim Pencerah Nusantara (PN) Cirebon. Pasalnya, untuk mematuhi aturan yang dikeluarkan oleh CISDI sejak penandatanganan kontrak, seluruh tim PN benar-benar tidak boleh meninggalkan lokasi penempatan atas nama cuti selama 3 bulan pertama sejak pengiriman tim ke penempatan. Jadilah, untuk tahun ini, tak hanya Tim PN Cirebon, melainkan bersama 8 tim PN lain di seluruh pelosok negeri, tradisi mudik untuk merayakan lebaran di kampung halaman bersama keluarga tercinta tak dapat dilaksanakan.

Namun, bagi Tim PN Cirebon sendiri, tak mudik bukan berarti tak berjibaku dengan urusan permudikan. Sebab, justru karena tak mudik itulah, kami mendapat kesempatan untuk turut ikut bergabung dalam tim pemantau arus mudik dan arus balik Lebaran. Ya, lokasi penempatan kami, jalur Pantura, adalah sebuah jalur termashyur yang dikenal sebagai jalur ramai pemudik ketika hari-hari besar tiba, apalagi ketika lebaran. Tengoklah televisi di rumah, pilih channel berita yang sedang menyampaikan informasi terkini arus mudik. Adakah reporter yang melewatkan kondisi terkini  arus mudik jalur Pantura untuk dilaporkan? Jika ada jawaban yang bilang ada, berarti itu channel televisi Anda yang kurang up to date, hehe.

Puskesmas Losari sendiri memang sudah sejak bertahun-tahun lalu dijadikan sebagai tempat pelayanan fasilitas kesehatan rujukan pertama di jalur Pantura area perbatasan Jabar-Jateng. Bekerjasama dengan beberapa Puskesmas lain, posko kesehatan di titik Losari merupakan salah satu posko besar karena lokasinya berada di perbatasan. Posko ini didirikan bersebelahan dengan Pos Pantau Polisi Lalu Lintas yang dibuat di depan salah satu Posko Polisi di Jalan Baru, jalan pertigaan ke arah Ciledug. Konon katanya, pada tahun ini tenda posko kesehatan kami adalah tenda dengan ukuran terbesar dan terlengkap yang pernah ada di sepanjang sejarah pendirian posko kesehatan. Sebelumnya? Hanya setengah bagian luas tenda yang sekarang, dengan fasilitas yang cukup minim, tanpa bed dan alat kesehatan serta obat yang dapat disimpan hanya dalam satu brankar atau sebuah lemari kecil saja. Itupun kemudian dibawa ke puskesmas lagi karena jadwal jaga tidaklah 24 jam seperti sekarang.


Pada tahun ini, program pemantauan kesehatan para pemudik berupa pendirian Posko Kesehatan ini dinamakan Posko Ramadhnia, sebuah akronim dari Ramadhan dan Hari Raya. Program ini dibangun melalui kerjasama lintas sektor; Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Kepolisian, Pemerintah Daerah serta pihak lain yang terkait ini. Sebuah program yang dirancang sebagai bentuk upaya pencegahan berjatuhannya korban kecelakaan lalu lintas pada saat arus mudik dan arus balik Lebaran.

Pada tanggal 30 Juni 2016 kemarin, program pemantauan arus lalu lintas ini resmi dibuka dengan diadakannya sebuah apel pembukaan di kantor Bupati Cirebon yang terletak di daerah Sumber. 



Pada kesempatan tersebut, dr. Sujie Pratiwi selaku dokter dari Tim PN Cirebon pun berkesempatan hadir mewakili Puskesmas Losari. Kemudian, selepas apel, dr. Sujie pun langsung lanjut mengisi jadwal jaga di Posko Ramadhnia pada titik Losari Jabar. Pada hari berikutnya, anggota tim pun turut menunaikan jadwal jaga sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan oleh tim kesehatan yang digawangi oleh Kepala Puskesmas Losari sendiri. Pada awalnya, jadwal jaga hanya diperuntukkan bagi dr. Sujie saja mengingat jumlah dokter di Puskesmas Losari hanya 1 orang. Namun, karena mendadak dua Puskesmas lain; Puskesmas Astanalanggar dan Puskesmas Kalibuntu tidak mau diikutsertakan dalam jadwal jaga tim kesehatan tahun ini dengan satu dua alasan tertentu, Tim PN pun sigap memberikan respon positif ketika diminta turut bergabung dalam tim kesehatan, termasuk dua anggota tim yang berlatar belakang Kesehatan Masyarakat (Ummu dan Nida, red.). 

Sebuah pengalaman baru dan seru bagi kami, tentu saja. Rata-rata seorang anggota PN mendapat 'jatah' dua kali masuk daftar jadwal jaga, kecuali dr. Sujie yang mengisi jadwal selang-seling sehari. Sistem jadwal jaga sendiri adalah shift, yaitu shift pagi (07.00-13.00 WIB), siang (13.00-21.00 WIB) dan malam (21.00-07.00 WIB). Sekali shift, akan terdapat dua orang tim kesehatan yang berjaga, dan satu orang dokter yang terkadang bisa berjaga tanpa raga, atau via on-call saja. Tim PN sendiri semuanya memang sudah dibekali dengan pelatihan penanganan kegawat daruratan pada saat training, namun demikian, anggota tim PN yang tidak berbasic klinis mengakui bahwa mereka tentu saja tidak akan semahir tim medis pada saat menangani kasus klinis, termasuk, ketika nantinya terjadi kecelakaan lalu lintas. Kekahawatiran akan ketidak mampuan menangani kedawat garuratan pun kemudian menyeruak, karena bagaimanapun, Tim PN tidak bisa membohongi bahwa pengalaman adalah segalanya. Ketiadaan jam terbang praktek yang menghasilkan pengalaman, bisa menjadi ancaman kegagalan dalam pertolongan kegawat daruratan. Oleh karenanya, tim PN pun berpikir rasional dan kemudian sepakat, bahwa 4 anggota lain pun akan turut hadir ketika jadwal jaga jatuh kepada Ummu dan Nida, meski hanya ditemani hingga pukul 12.00 malam pada saat kebagian shift malam, untuk memperkecil resiko tersebut. 

Hari demi hari pun berganti. Kami masih sibuk dengan kegiatan di Puskesmas atau turun ke desa pada pagi hingga siang hari, kemudian berjaga di malam hari ketika ada yang mendapat jadwal jaga. Sore hari pun kami masih sering menghadiri beberapa undangan buka bersama dari pegawai Puskesmas atau aparat desa yang kami kenal. Belum lagi menunaikan ibadah sunnah Tarawih yang seringkali kami tunaikan di musholla dekat rumah. Sungguh, Ramadhan yang berbeda dari bulan Ramadhan sebelumnya, tentu saja, padat, namun kami pun menikmatinya. Kami senang!

Terlebih, rasa senang muncul pada bagian dilibatkannya Tim PN untuk menjadi Sahabat Pantura, berjaga di Posko Kesehatan untuk kemudian mengobati pemudik yang lelah, tidak enak badan, hingga kecelakaan. Pemandangan jalan yang macet menjadi makanan kami tiap malam. Rasa senang lebih menyeruak lagi ketika kami mendapat tanggapan positif dari pihak-pihak lain yang baru kami kenal, Pak Komarudin selaku Komandan Polisi dan jajarannya misalnya. Kami menjadi akrab dengan mereka karena mereka sering mampir ke dalam Posko kami untuk sekedar meminta tensi darah, meminta vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh, meminta air panas untuk menyeduh P*p Mie, ikut nonton televisi, atau sekedar ngobrol ngalor ngidul saat jalanan sepi. Bapak Polisi ini memang berperan banyak dalam menjaga kestabilan arus lalu lintas, tak jarang, mereka tidak tidur seharian. 

Masih berbicara tentang kebahagiaan, lebih bahagia lagi, ketika kami mendapati kabar bahwa dokter Puskesmas yang asli pun turut ikut berjaga hampir penuh waktu di jadwal jaganya, padahal (katanya) di tahun sebelumnya beliau hanya berjaga via sistem on call. Selain itu, kami pun jadi lebih akrab lagi dengan perawat atau bidan Puskesmas yang mendapati giliran jaga dengan kami, lebih akrab lagi dengan Mamang Supir Ambulance, bapak ojek dan tukang becak, serta berbagai belah pihak yang tak dapat kami sebut satu per satu. 




Ramadhan yang sungguh luar biasa di tanah perantauan. Tahun depan, belum tentu Tim PN selanjutnya akan mendapati kesempatan yang sama untuk jaga Pantura bukan (?) Waktu juga lah yang menjadi faktor penyebabnya. Kebetulan Ramadhan datang di masa 3 bulan pertama sejak penempatan, hingga kebetulan kami tidak punya pilihan untuk bisa mudik di hari Lebaran. Positif, kami eksklusif!


0 komentar :

Posting Komentar